MAKALAH
BIMBINGAN KONSELING
Di
ajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Bimbingan
Konseling
Disusun
oleh:
1.
M.
Wende Mauladi
2.
Mudiarti
Wahyu Utami
3.
Ria
Nur Laela Fitriana
UNIVERSITAS
NUSANTARA PGRI KEDIRI
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
S1
Pendidikan Guru Sekolah Dasar
KEDIRI
2013
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...................................................................................................................... 1
KATA PENGANTAR........................................................................................................ 2
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................. 3
1. Latar Belakang.................................................................................................... 3
2. Rumusan Masalah............................................................................................... 4
3. Tujuan Penulisan................................................................................................. 4
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................... 5
1 Pengertian Anak Berbakat.................................................................................. 5
2. Klasifikasi Anak Berbakat.................................................................................. 5
3. Faktor-Faktor Penyebab...................................................................................... 7
KATA PENGANTAR........................................................................................................ 2
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................. 3
1. Latar Belakang.................................................................................................... 3
2. Rumusan Masalah............................................................................................... 4
3. Tujuan Penulisan................................................................................................. 4
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................... 5
1 Pengertian Anak Berbakat.................................................................................. 5
2. Klasifikasi Anak Berbakat.................................................................................. 5
3. Faktor-Faktor Penyebab...................................................................................... 7
4. Karakteristik........................................................................................................ 9
5. Upaya Penanganan Anak Berbakat.................................................................... 10
5. Upaya Penanganan Anak Berbakat.................................................................... 10
6. Identifikasi
Anak Berbakat................................................................................. 11
7. Layanan Pendidikan Bagi Anak Berbakat.......................................................... 15
8.
Problem Anak Berbakat...................................................................................... 20
BAB III PENUTUP............................................................................................................ 22
BAB III PENUTUP............................................................................................................ 22
1. Kesimpuan............................................................................................................. 22
2. Saran...................................................................................................................... 22
DAFTAR
PUSTAKA......................................................................................................... 24
Kata
Pengantar
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya yang memberikan saya akal, budi, dan pikiran yang kemudian berguna untuk kehidupan saya, khususnya dalam pembuatan makalah “Bimbingan Konseling”. Sehingga makalah ini dapat selesai tepat pada waktunya.
Tak lupa juga saya ucapkan terima kasih banyak kepada:
1. Kedua orang tua saya
2. Dosen pengasuh mata kuliah Pendidikan Bimbingan Konseling,
3.
Serta teman-teman yang secara tidak langsung telah membantu dalam
penyelesaian makalah ini.
Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan dan juga diharapkan kelak kemudian dapat berguna dan bermanfaat untuk menambah informasi dan pengetahuan tentang hakikat pendidikan kewarganegaraan dalam upaya mmebangun perilaku bangsa, sehingga terwujudlah masyarakat indonesia yang berkarakter dan berbudi luhur yang baik.
Saya menyadari masih banyak kekurangan
dalam makalah ini.Oleh karena itu diharapkan kritik dan saran yang membangun
dari para pembaca demi dapat menyempurnakan makalah ini.
Kediri, 28 Mei 2013
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengembangan
sumber daya manusia berkualitas yang mampu mengantar Indonesia ke posisi
terkemuka, atau paling tidak sejajar dengan negara-negara lain pada hakikatnya
menuntut komitmen akan dua hal, yaitu:
·
Penemukenalan dan pengembangan bakat-bakat unggul
dalam berbagai bidang
·
penumpukan dan pengembangan kreativitas -yang pada
dasarnya dimiliki setiap orang- tapi perlu ditemukenali dan dirangsang sejak
usia dini.
Seorang anak
dikatakan anak luar biasa karena ia berbeda dengan anak-anak lainnya. Perbedaan
terletak pada adanya ciri-ciri yang khas yang menunjukkan pada keunggulan
dirinya. Namun, ‘keunggulan’ tersebut selain menjadi sebuah kekuatan dalam
dirinya sekaligus menjadi ‘kelemahan’. Yang dimaksud sebagai kelemahan di sini
adalah diabaikannya ia sebagai individu yang memiliki hak sama dalam
mendapatkan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan dirinya.
Anak-anak
berbakat memiliki potensi yang luar biasa, baik untuk menjadi pribadi yang
positif ataupun yang negatif. Hal ini ditentukan oleh penanganan yang mereka
pada masa tumbuh kembang, baik di dalam keluarga, sekolah, maupun masyarakat di
mana dia tinggal.
Mereka
adalah bibit yang siap tumbuh, sebagaimana tanaman yang merupakan bibit unggul
tidak serta merta menjadi tumbuhan yang luar biasa, karena akan bergantung pada
keadaan tanah di mana ia ditanam, bagaimana unsur haranya, mineralnya,
bagaimana pemupukan yang ia terima, penyinaran mataharinya dan lain sebagainya.
Orangtua dan pendidik seyogyanya menyadari pentingnya pengenalan tanda-tanda anak berbakat, dengan demikian bisa menentukan pendekatan apa yang tepat dan bagaimana cara menerapkan pada pola didik anak yang bersangkutan.
Orangtua dan pendidik seyogyanya menyadari pentingnya pengenalan tanda-tanda anak berbakat, dengan demikian bisa menentukan pendekatan apa yang tepat dan bagaimana cara menerapkan pada pola didik anak yang bersangkutan.
1.2 Rumusan
Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan anak berbakat?
2.
Apa saja macam-macam keberbakatan anak?
3.
Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi keberbakatan
anak?
4.
Bagaimana karakteristik anak berbakat?
5.
Bagaimana upaya penanganan anak berbakat?
6.
Bagaimana layanan yang ditujukan untuk anak berbakat?
7.
Apa saja problematika anak berbakat?
1.3 Tujuan
Penulisan
Untuk mengetahui
pengertian anak berbakat, klasifikasi anak berbakat, dan sgala sesuatu yang
berhubungan dengan keberbakatan anak.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Anak Berbakat
Definisi menurut USOE (United States Office of Education), anak berbakat
adalah anak yang dapat membuktikan kemampuan berprestasinya yang tinggi dalam
bidang-bidang seperti intelektual, kreatif, artistik, kapasitas kepemimpinan
atau akademik spesifik dan mereka yang membutuhkan pelayanan atau aktivitas
yang tidak sama dengan yang disediakan di sekolah sehubungan dengan penemuan
kemampuan-kemampuannya (Hawadi, 2002).
Keberbakatan (giftedness)dan keunggulan dalam kinerja mempersyaratkan
dimilikinya tiga cluster ciri-ciri yang saling terkait, yaitu: kemampuan umum
atau kecerdasan di atas rata-rata, kreativitas, dan pengikatan diri terhadap
tugas sebagai motivasi internal cukup tinggi. Oleh karena itu, untuk
menumbuhkan sumber daya manusia yang berkualitas, ketiga karakteristik tersebut
perlu ditumbuhkembangkan dalam tiga lingkungan pendidikan, yakni keluarga,
sekolah, dan masyarakat.
Keberbakatan merupakan interaksi antara kemampuan umum dan atau spesifik, tingkat tanggung jawab terhadap tugas yang tinggi, dan tingkat kreativitas yang tinggi (Renzulli dalam hawadi, 2002)
Keberbakatan merupakan interaksi antara kemampuan umum dan atau spesifik, tingkat tanggung jawab terhadap tugas yang tinggi, dan tingkat kreativitas yang tinggi (Renzulli dalam hawadi, 2002)
Sedangkan menurut Depdiknas (2003), anak berbakat adalah mereka yang oleh
psikolog dan atau guru diidentifikasi sebagai peserta didik yang telah mencapai
prestasi memuaskan dan memiliki kemampuan intelektual umum yang berfungsi pada
taraf cerdas, kreativitas yang memadai, dan keterikatan pada tugas yang
tergolong baik.
2.2 Klasifikasi Anak Berbakat
Anak yang mempunyai kecerdasan di atas rata-rata dapat
diklasifikasikanmenjadi tiga kelompok, seperti dikemukakan oleh Sutratinah
Tirtonegoro (1984; 29) yaitu; Superior, Gifted dan Genius.Ketiga kelompok anak
tersebut memiliki peringkat ketinggian intellegnsi yang berbeda.
1.
Genius
Genius ialah anak yang memiliki kecerdasan luar biasa, sehingga dapat
menciptakan sesuatu yang sangat tinggi nilainya. Intelligence Quotien-nya (IQ)
berkisar antara 140 sampai 200.Anak genius memiliki sifat-sifat positif sebagai
berikut; daya abstraksinya baik sekali, mempunyai banyak ide, sangat kritis,
sangat kreatif, suka menganalisis, dan sebagainya. Di samping memiliki sifat-sifat
positif juga memiliki sifat negatif, diantaranya; cenderung hanya mementingkan
dirinya sendiri (egois), temperamennya tinggi sehingga cepat bereaksi
(emosional), tidak mudah bergaul, senang menyendiri karena sibuk melakukan
penelitian, dan tidak mudah menerima pendapat orang lain.
2. Gifted :
Anak ini disebut juga gifted and talented adalah anak yang
tingkatkecerdasannya (IQ) antara 125 sampai dengan 140. Di samping memiliki IQ
tinggi, juga bakatnya yang sangat menonjol, seperti ; bakat seni musik, drama,
dan ahli dalam memimpin masyarakat. Anak gifted diantaranya memiliki
karakteristik; mempunyai perhatian terhadap sains, serba ingin tahu,
imajinasinya kuat, senang membaca, dan senang akan koleksi.
3. Superior :
Anak superior tingkat kecerdasannya berkisar antara 110 sampai dengan
125sehingga prestasi belajarnya cukup tinggi.Anak superior memiliki
karakteristik sebagai berikut; dapat berbicara lebih dini, dapat membaca lebih
awal, dapat mengerjakan pekerjaan sekolah dengan mudah dan dapat perhatian dari
teman temannya. James H. Bryan and Tanis H. Bryan (1979; 302) mengemukakan
bahwa karakteristik anak berbakat itu (gifted) meliputi; physical, personal,
and social characteristics. Sedangkan David G. Amstrogn and Tom V. Savage
(1983; 327) mengemukakan; “Gifted and talented students are individuals who
arecharacteristized by a blaned of (1) high intelligence, (2) high task
comitment, and (3) high creativity. Secara umum hampir semua pendapat itu sama,
bahwa anak berbakat memiliki kemampuan yang tinggi jika dibandingkan dengan
anak-anak pada umumnya.
Hasil studi lain menemukan bahwa “Anak-anak berbakat memiliki
karakteristik belajar yang berbeda dengan anak-anak normal. Mereka cenderung
memiliki kelebihan menonjol dalam kosa kata dan menggunakannya secara luwes,
memiliki informasi yang kaya, cepat dalam menguasai bahan pelajaran, cepat
dalam memahami hubungan antar fakta, mudah memahami dalil-dalil dan
formulaformula, tajam kemampuan analisisnya, membaca banyak bahan bacaan (gemar
membaca), peka terhadap situasi yang terjadi di sekelilingnya, kritis dan
memiliki rasa ingin yang sangat besar” (Renzuli, 1979, Fahrle dkk.; 1985,
Galagher, 1985, Maker; 1982) dalam Dedi Supriadi (1992; 9).
2.3 Faktor-faktor Penyebab
Ada beberapa faktor penyebab keberbakatan anak, diantaranya:
1.
Faktor Genetik dan Biologis Lainnya
Pendapat bahwa intelegensi dan
kemampuan yang berkualitas adalah diturunkan kurang dapat diterima di
masayarakat yang memandang bahwa semua orang itu sama. Penelitian dalam
genetika perilaku menyatakan bahwa setiap jenis dalam perkembangan perilaku
dipengaruhi secara signifikan melalui gen/keturunan. Namun demikian faktor biologis juga tidak dapat diingkari,
faktor biologis yang belum bersifat genetik yang berpengaruh pada intelegensi
adalah faktor gizi dan neurologik. Kekurangan nutrisi dan gangguan neurologik
pada masa kecil dapat menyebabkan keterbelakangan mental. Studi dari Terman
terhadap orang-orang yang memiliki IQ tinggi menunjukkan keunggulan fisik
seperti: tinggi, berat, daya tarik dan kesehatan, dibandingkan mereka yang
intelegensinya lebih rendah.
Penekanannya adalah, individu tidak mewarisi IQ atau bakat. Yang diwariskan adalah sekumpulan gen yang bersama dengan oengalaman-pengalaman akan menentukan kapasitas dari intelegensi dan kemampuan-kemampuan lainnya (Zigler & Ferber, dalam Hallahan & Kauffman, 1994).
Penekanannya adalah, individu tidak mewarisi IQ atau bakat. Yang diwariskan adalah sekumpulan gen yang bersama dengan oengalaman-pengalaman akan menentukan kapasitas dari intelegensi dan kemampuan-kemampuan lainnya (Zigler & Ferber, dalam Hallahan & Kauffman, 1994).
2.
Faktor Lingkungan
Stimulasi, kesempatan, harapan,
tuntutan, dan imbalan akan berpengaruh pada proses belajar seorang anak.
Penelitian tentang individu-individu berbakat yang sukses menunjukkan masa
kecil mereka di dalam keluarga memiliki keadaan sebagai berikut:
·
Adanya minat pribadi dari orang tua terhadap
bakat anak dan memberikan dorongan Orangtua sebagai panutan
·
Ada dorongan dari orangtua untuk menjelajah
·
Pengajaran bersifat informal dan terjadi dalam
berbagai situasi, proses belajar awal lebih bersifat eksplorasi dan bermain
·
Keluarga berinteraksi dengan tutor/mentor
·
Ada perilaku-perilaku dan nilai yang diharapkan
berkaitan dengan bakat anak dalam keluarga
·
Orangtua menjadi pengamat latihan-latihan, memberi
pengarahan bila diperlukan,
memberikan pengukuran pada perilaku anak yang dilakuakn dengan terpuji dan
memenuhi standard yang ditetapkan
·
Orangtua mencarikan instruktur dan guru khusus bagi
anak
·
Orantua mendorong keikutsertaan anak dalam berbagai
acara positif di mana kemampuan anak dipertunjukkan pada khalayak ramai
Anak-anak yang disadari memiliki potensi perlu
dikembangkan, perlu memiliki keluarga yang penuh rangsangan, pengarahan,
dorongan, dan imbalan-imbalan untuk kemampuan mereka.
Penelitian lain menunjukkan bahwa kelompok budaya atau
etnik-etnik tertentu menghasilkan lebih banyak anak-anak berbakat walaupun
tingkat sosial ekonominya berbeda. Hal ini dikaitkan dengan mobilitas sosial
dan nilai yang tinggi pada prestasi di dalam bidang-bidang tertentu yang ada
dalam kelompok budaya dan etnik tertentu yang menjadi kontribusi dalam
keberbakatan.
Jadi lingkungan memeiliki pengaruh yang banyak terkait
bagaimana genetik anak diekspresikan dalam kesehariannya. Faktor keturunan
lebih menentukan rentang di mana seseorang akan berfungsi, dan faktor
lingkungan menentukan apakah individu akan berfungsi pada pencapaian lebih
rendah atau lebih tinggi dari rentang tersebut.
2.4
Karakteristik
Biasanya anak yang kreatif selalu ingin tahu, memiliki minat yang luas, dan menyukai kegemaran dan aktivitas yang kreatif. Mereka biasanya cukup mandiri dan memiliki rasa percaya diri, lebih berani mengambil resiko (tetapi dengan perhitungan) daripada anak-anak pada umumnya. Artinya dalam melakukan sesuatu yang bagi mereka amat berarti, penting, dan disukai, tidak terlalu menghiraukan kritik atau ejekan orang lain. Merekapun tidak merasa takut untuk membuat kesalahan dan mengemukakan pendapat mereka walaupun mungkin tidak disetujui orang lain. Orang yang inovatif cenderung menonjol, berbeda, membuat kejutan, atau menyimpang dari tradisi/kebiasaan setempat. Rasa percaya diri, keuletan, dan ketekunan membuat mereka tidak cepat putus asa dalam mencapai tujuan mereka. Thomas Alpha Edioson mengungkapkan bahwa “Genius is 1% inspiration and 99% perspiration”.
Treffinger mengatakan bahwa pribadi yang kreatif biasanya lebih terorganisasi dalam tindakan. Rencana inovatif serta produk orisinil mereka telah dipikirkan matang-matang lebih dahulu, dengan mempertimbangkan masalah yang mungkin timbul dan implikasinya.
Biasanya anak yang kreatif selalu ingin tahu, memiliki minat yang luas, dan menyukai kegemaran dan aktivitas yang kreatif. Mereka biasanya cukup mandiri dan memiliki rasa percaya diri, lebih berani mengambil resiko (tetapi dengan perhitungan) daripada anak-anak pada umumnya. Artinya dalam melakukan sesuatu yang bagi mereka amat berarti, penting, dan disukai, tidak terlalu menghiraukan kritik atau ejekan orang lain. Merekapun tidak merasa takut untuk membuat kesalahan dan mengemukakan pendapat mereka walaupun mungkin tidak disetujui orang lain. Orang yang inovatif cenderung menonjol, berbeda, membuat kejutan, atau menyimpang dari tradisi/kebiasaan setempat. Rasa percaya diri, keuletan, dan ketekunan membuat mereka tidak cepat putus asa dalam mencapai tujuan mereka. Thomas Alpha Edioson mengungkapkan bahwa “Genius is 1% inspiration and 99% perspiration”.
Treffinger mengatakan bahwa pribadi yang kreatif biasanya lebih terorganisasi dalam tindakan. Rencana inovatif serta produk orisinil mereka telah dipikirkan matang-matang lebih dahulu, dengan mempertimbangkan masalah yang mungkin timbul dan implikasinya.
Apabila dilihat dari kemampuan
–kemampuan yang membedakan mereka dari anak-anak sebayanya, maka kita akan
menemukan karakteristik – karakteritik berikut pada anak-anak berbakat.
Karakteristik kognitif
·
Kualitas
luar biasa di informasi
·
Ingatan yang
kuat
·
Kebiasaan
perubhan minat & keinginan kemampuan menghasilkan ide-ide dan solusi yang
asli’
Karakteristik bahasa
·
Kemampuan
verbal
·
Perkembangan
yang tinggi pada pengenalan bahasa dan penulisan bahasa.
·
Perkembangan
yang baik pada perkembangan sensorik
·
Tidak kebal
untuk keretakan kekurangan integrasi di antara pikiran dan badan.
Karakteristik afektik
·
Pendekatan
evaluasi terhadap diri sendiri dan lainya.
·
Gigih,
tujuan perilaku tak langsung.
·
Kepekaan
yang tak bias untuk harapan & perasaan orang lain.
·
Tingginya
kesadaran diri, menyesuaikan dengan perbedaan perasaan.
·
Perkembangan
awal dalam focus of control dan kepuasan kedalam dan identitas emosional
yang tidak biasa.
·
Harapan yang
tinggi dan lainya, sering menuju tingkat frustasi dirinya, lainya dan
situasinya.
·
Kemampuan
tingkat perkembangan moral.
·
Kemajuan
kognitif dan kapasitas afektif dan konseptualisasi dan pemecahan masalah
sosial.
2.5
Upaya
Penanganan (Intervensi)
1.
Keluarga
Berbagai
penelitian pakar psikologis menemukan bahwa sikapo dan nilai orangtua berkaitan
erat dengan kreativitas anak. Beberapa faktor dalam peran orangtua yang
menentukan adalah sebagai berikut:
·
Kebebasan
Orangtua sebaiknya memberikan kebebasan pada anak, tidak otoriter, tidak selalu mau mengawasi anak, dan tidak terlalu membatasi kegiatan anak. Mereka juga tidak terlalu cemas mengenai anak mereka
Orangtua sebaiknya memberikan kebebasan pada anak, tidak otoriter, tidak selalu mau mengawasi anak, dan tidak terlalu membatasi kegiatan anak. Mereka juga tidak terlalu cemas mengenai anak mereka
·
Respek
Orangtua hendaknya menghormati anak-anak mereka sebagai individu, percaya akan kemampuan mereka, dan menghargai keunikan mereka. Dengan sikap seperti ini, anak-anak akan secara alamiah mengembangkan kepercayaan diri untuk berani melakukan sesuatu yang orisinal
Orangtua hendaknya menghormati anak-anak mereka sebagai individu, percaya akan kemampuan mereka, dan menghargai keunikan mereka. Dengan sikap seperti ini, anak-anak akan secara alamiah mengembangkan kepercayaan diri untuk berani melakukan sesuatu yang orisinal
·
Kedekatan emosional yang sedang
Kreativitas anak akan terhambat
dengan suasana emosional yang mencerminkan rasa permusuhan, penolakan, atau
rasa terpisah. Tetapi keterikatan emosional yang berlebih juga tidak menunjang
pengembangan kreativitas anak. Anak perlu merasa bahwa ia diterima dan
disayangi tetapi seyogyanya tidak terlalu tergantung kepada orangtua.
·
Prestasi, bukan angka
Orangtua harus menghargai
prestasi anak, mendorong anak untuk berusaha sebaik-baiknya dan menghasilkan
karya-karya yang baik. Tetapi tidak terlalu menekankan mereka untuk mencapai
angka atau nilai tinggi, atau peringkat tertinggi
·
Orangtua aktif dan mandiri
Orangtua adalah model bagi
anak, orangtua yang kreatif merasa aman dan yakin tentang diri sendiri, tidak
memperdulikan status sosial, dan tidak terlalu terpengaruh oleh tuntutan
sosial.
·
Menghargai kreatifitas
Anak membutuhkan apresiasi atas
segala pencapaian mereka, hal itu akan membuat mereka merasa apa yang telah
mereka kerjakan tidak sia-sia dan sangat berharga. Sehingga memacu mereka untuk
terus berkarya.
2.
Sekolah
Anak berbakat membutuhkan guru yang tidak sekedar
baik, tapi memahami bagaimana cara terbaik dan tepat untuk menangani anak
berbakat. Mandell dan Fiscus (dikutip Sisk, 1987) melaporkan hasil penelitian
bahwa anak berbakat dapat bereaksi dengan kemarahan, kebencian, atau kesebalan
jika guru mereka. Ward menyebutkan bahwa anak berbakat memerlukan pendidikan
yang berdifferensiasi, yaitu pendidikan yang sesuai dengan minat dan kemampuan
intelektualnya. Melalui pengembangan kurikulum yang berdifferensiasi, maka
keberbakatan akan muncul dengan sendirinya melalui prestasi dan karya-karya
mereka.
2.6 Identifikasi Anak Berbakat
Pengertian
kontemporer tentang keberbakatan memang telah demikian berkembang dan
kriterianya sudah lebih multidimensional daripada sekedar intelegensi (umum,
atau “g faktor” menurut Spearman) seperti yang pernah digunakan oleh Terman.IQ
hanya salah satu kriteria keberbakatan. Dengan perluasan kriteria ini,
persoalan identifikasi anak-anak berbakat menjadi lebih rumit dan harus
menggunakan beragam teknik dan alat ukur, Idealnya semua kriteria tersebut
harus dideteksi dengan menggunakan teknik dan prosedur, karena menurut berbagai
studi tidak semua dari faktor-faktor itu berkorelasi satu sama lain. Misalnya
IQ dan kreativitas.
Keberbakatan
itu bersifat multidimensional, kriterianya tidak hanya intelligensi, melainkan
kreativitas, kepemimpinan, komitmen pada tugas, prestasi akademik, motivasi dan
lain-lain. Renjuli dkk. (1979) dalam Dedi Supriadi (1992; 10)
mengembangkan
skala yang disebut Scales for Rating Behavioral Characteristices of Superor
Students (SRBCSS) yang mencakup sepuluh karakteristik; beilajar,
motivasi,eativitas, kepemimpinan, artistik, musik. drama, komunikasi, komunikai
eksprsif, dan perencanaan. Penjaringan terhadap keberbakatan intelektual dalam
kelompok populasi tertentu pada umumnya bertolak dari perkiraan kurang lebih 15
% sampai 25 %
populasi
sampel yang secara kasar merupakan identfikasi permulaan dalam menghadapi
seleksi yang lebih cermat.
Penjaringan
keberbakatan bisa menggunakan nominasi gurutentang kemajuan sehari-hari siswa,
namun bisa juga melalui penilaian beberapa mata pelajaran tertentu tergantung
dari tujuan penjaringan. Penjaringan atau penyaringan dapat juga menggunakan
tes psikologis yang didasarkan pada beberapa aspek tertentu, tetapi yang paling
penting hsrus diketahui untuk keperluan apa tes dilakukan. Tujuan
akanmemberikan dasar terhadap penilaian, kemampuan, sifat, sikap atau prilaku
seseorang. Kepada anak harus diberitahukan bahwa penilaian yang baik
akanmenempatkan dia pada posisi yang menguntungkan dalam arti tidak akan
menuntut dia melakukan pekerjaan atau kinerja yang tidak sesuai dengan
kemampuannya. Identifikasi ini biasanya berguna bagi peramalan tentang kinrja
tertentu di dalam waktu yang akan datang.
Pola dan
tahap identifkasi yang dilakukan di muka, yang terdiri dari penjaringan dan
penyaringan sebagai identifikasi kasar yang kemudian diperhalus melalui suatu
proses seleksi memiliki berbagai variasi, tergantung dari keperluan Dengan
demikian kini klasifikasi bakat juga mencakup kreativitas, motivasi dan
kepemimpinan.
Beberapa
permasalahan dalam identifikasi diantaranya masih banyak pelanggaran terjadi
dalam aplikasi prinsip-prinsip identifikasi. Beberapa penyalahgunaan prinsip
identifikasi antara lain, adalah perbedaan antara “gifted dan talen..Dengan
menyusun suatu hierarkhie pengertian dengan menunjuk kepada pengertian
kemampuan umum intelektual yang diukur oleh tes intellegensi bagi pengertian
keberbakatan, dan bakat khusus akademis serta kemampuan kepemimpinan dan bakat
seni untuk pengetian talen.
Sistem
identifikasi SEM, ciptaan Renzulli agak berbeda dengan yang lain, ia
mengemukakan 6 langkah identifikasi, yaitu sebagai berikut :
1.
Beranjak dari penjaringan berdasarkan skor tes, tetapi
mereka yang belum terjaringtidak seluruhnya ditinggalkan, karena ingin
menjangkau kurang lebih 15 % daripopulasi. Semua anak yang skornya di atas
persentil ke 85 biasanya akan terjaring melalui tes inteligensi yang telah
terstandardisasikan. Untuk memberi peluang padakelompok yang lebih luas, kita
membagi “pool” keberbakatan menjadi dua bagiandan semua siswa yang skornya di
atas persentil ke 92 (menurut norma lokal) padaumumnya sudah otomatis termasuk
“pool” tersebut, dan biasanya terdiri dari 50 %jumlah populasi sampel. Skor tes
yang dimaksud biasanya suatu tes inteligensi atautes hasil belajar atau tes
bakat tunggal, yang memberi peluang pada seseorang yangbaik dalam bidang
tertentu, tetapi mungkin tidak baik dalam bidang yang lain, untukdapat
dimasukkan dalam “pool” tersebut. Ciri utama keberbakatan, yaitukemampuan di
atas rata-rata keterlekatan pada tugas dan kreativitas dapat dijaringmelalui
aspek psikometrik, aspek perkembangan, aspek kinerja dan aspeksosiometrik
dengan berbagai alat.
2.
Langkah kedua merupakan nominasi guru yang
bagaimanapun juga harus dihargaisama dengan hasil skor tes. Dalam nominasi ini
digunakan skala penilaian (ratingscale) untuk memperoleh gambaran tentang
profil kemampuan anak.
3.
Langkah ketiga adalah cara alternatif lain, yang bisa
merupakan nominasi temansebaya, nominasi orang tua atau nominasi diri, maupun
tes kreativitas. Kalau padaskor tes yang tinggi nominasi itu secara otomatis
bisa diterima, tidaklah demikianpada langkah ketiga yang harus melalui suatu
panitia peneliti.
4.
Langkah keempat adalah nominasi khusus yang merupakan
review terakhir darimereka yang sebelumnya tak terlibat dalam nominasi-nominasi
tersebut. Merekamemperoleh seluruh daftar nominasi hasil langkah kesatu sampai
langkah ketigadan boleh menambah nominasi orang lain, bahkan juga boleh
mengusulkan untukmembatalkan nominasi tertentu berdasarkan pengalaman tertentu
dengan anaktertentu.
5.
Langkah kelima adalah nominasi informasi tindakan,
proses ini terjadi bila gurusetelah memperoleh penataran dalam pendidikan anak
berbakat, dapat melakukaninteraksi yang dinamis, sehingga meningkatkan motivasi
dan interes anak untuksuatu topik atau bidang tertentu di sekolah ataupun di
luar sekolah.
6.
Langkah keenam adalah penyaringan melalui tes dan
menjadi cara yang populer,antara lain karena menghargai kriteria non tes.
Tetapi lebih dari itu potensi-potensiyang terjaring dari seluruh populasi
sekolah telah memberi peluang pada anak lainyang bukan karena kemampuan
umumnya, melainkan mungkin karena sebab lainyang biasanya tidak terjaring oleh
skor tes, untuk tetap diperhatikan dandimasukkan dalam “pool” anak berbakat
sekolah tersebut. (Conny Semiawan; 117-122).
Alat yang
dapat dipergunakan dalam melakukan identifikasi anak berbakatdiantaranya adalah
:
1.
Kemampuan intelektual umum; Galton
dalam Conny Semiawan (1994; 124)“Pengukuran kemampuan intelektual umum
diperoleh melalui pengukuran kekuatanotot, kecakapan gerak, sensitivitas
terhadap rasa sakit, kecermatan dalampendengaran dan penglihatan, perbedaan
dalam ingatan dan lain-lain yang semuadisebut “tes mental”.
2.
Tes inteligensi umum; Salah satu
perkembangan yang amat penting dalampengmbangan pengukuran intelegensi adalah
timbulnya skala Wechsler dalammengukur inteligensi orang dewasa dengan
menggunakan norma tes bagiperhitungan IQ yang menyimpang.
3.
Tes kelompok kontra tes individual; Tes
kelompok lebih banyak digunakan dalamsistem pendidikan, pelayanan pegawai,
industri dan militer. Tes kelompokdirancang untuk sekelompok tertentu, biasanya
tes kelompok menyediakan lembar jawaban dan “kunci-kunci” tes. Bentuk tes
kelompok berbda dari tes individualdalam menyusun item dan kebanyakan menggunakan
item pilihan ganda.
4.
Pengukuran hasil belajar; Tes ini
mengukur hasil belajar stelah mengikuti prosespendidikan. Tes hasil belajar ini
berbeda dengan tes bakat, tes inteligensi, tes hasilbelajar pada umumnya
merupakan evaluasi terminal untuk menentukan kedudukanindividu setelah
menyelesaikan suatu latihan atau pendidikan tertentu.Penekanannya terutama pada
apa yang dapat dilakukan individu saat itu setelahmendapatkan pendidikan
tertentu.
5.
Tes hasil belajar individual; Pada
umumnya tes hasil belajar adalah tes kelompokyang bermaksud membandingkan
kemajuan belajar antar individu sebaya, namun disini hanya hasil belajar
individual saja. Di Indonesia sering menggunakanpengukuran acuan norma (PAN)
dan pengukuran acuan kriteria (PAK).Di Indonesia nampaknya diperlukan adanya
standarisasi secara nasionaluntuk prosedur identifikasi anak berbakat ini. Isu
sentral dalam hal ini ialah bagaimanamenemukan model yang dianggap paling
efektif dari segi hasil (daya ramal terhadapperformasi peserta didik kemudian)
tetapi efisien dari segi waktu, biaya dan tenaga. Halini disebabkan karena
kondisi sarana pendidikan, akses terhadap lembaga-lembagapemeriksaan
psikologis, dan kemampuan guru yang sangat beragam di Indonesia,sementara
perhatian kepada anak-anak berbakat merupakan persoalan pendidikansecara
nasional.
2.7 Layanan Pendidikan Bagi Anak Berbakat
1. Kurikulum
Selain
masalah kriteria dan prosedur identifikasi, perhatian khusus kepada anak
berbakat melibatkan beberapa dimensi lain, seperti dikemukakan oleh Dedi
Supriadi (1992; 11) yaitu; “Perancangan kurikulum, penyediaan sarana
pembelajarannya, model perllakuannya, kerjasama dengan keluarga dan pihak luar,
serta model bimbingan dan konselingnya”.
Kurikulum
berdiferensiasi bagi anak berbakat mengacu pada penanjakan
kehidupan
mental melalui berbagai program yang akan menumbuhkan kreativitasnya serta
mencakup berbagai pengalaman belajar intelektual pada tingkat tinggi. Dilihat
dari kebutuhan perkembangan anak berbakat, maka kurikulum berdiferensiasi
memperhatikan perbedaaan kualitatif individu berbakat dari manusia
lainnya.Dalam kurikulum berdeferensiasi terjadi penggemukan materi, artinya
materi kurikulum diperluas atau diperdalam tanpa menjadi lebih banyak.Secara
kualitatif materi pelajaran berubah daalam penggemukan beberapa konsep esensial
dari kurikulum umum sesuai dengan tuntutan bakat, perilaku, keterampilan dan
pengetahuan serta sifat luar biasa anak berbakat.
Dengan
demikian, kurikulum pendidikan seyogyanya bisa mengakomodasi dimensi vertikal
maupun horisontal pendidikan anak.Secara vertikal, anak-anak berbakat harus
dimungkinkan untuk menyelesaikannya pendidikannya lebih cepat.Secara
horisontal, disediakan program pengayaan (enrichment), dimana siswa berbakat
dimungkinkan untuk menerima materi tambahan, baik dengan tugas-tugas maupun
sumber-sumber belajar tambahan, baik dengan tugas-tugas maupun sumber-sumber
belajar tambahan.
2.
Model Pembelajaran
Untuk
layanan pendidikan terhadap anak berbakat ini ada beberapa model yang dapat
digunakan, yaitu; pengayaan, percepatan, dan segregasi. Hal ini seperti yang
dikemukakan oleh Philip E. Veron (1979; 142) sebagai berikut;
“Acceleration,segregation, and enrichment”. Sedangkan David G. Amstrong and Tom
V. Savage (19883; 327) mengemukakan dua model, yaitu; “Enrichment and
acceleration”. Penjelasan dari mode-model di atas adalah sebagai berikut :
Pengayaan (enrichment)
Dalam model
enrichment ini anak mendapatkan pembelajaran tambahan sebagai
pengayaan.Pengayaan ini dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu sebagaiberikut
:
a)
Secara vertikal;
Cara ini
untuk memperdalam salah satu atau sekelompok mata pelajaran tertentu. Anak
diberi kesempatan untuk aktif memperdalam ilmuPengetahuan yang disenangi,
sehingga menguasai materi pelajaran secaraluas dan mendalam.
b)
Secara horizontal;
Anak diberi
kesempatan untuk memperluas pengetahuan dengan tambahanatau pengayaan yang
berhubungan dengan pelajaran yang sedang dipelajari.
Percepatan (acceleration)
Secara
konvensional bagi anak yang memiliki kemampuan superior dipromosikan untuk naik
kelas lebih awal dari biasanya. Dalam percepatan ini ada beberapa cara yang
dapat dilakukan, yaitu sebagai berikut :
a)
Masuk sekolah lebih awal/sebelum waktunya (early admission), misalnyasebelum
usia 6 tahun, dengan catatan bahwa anak sudah matang untukmasuk Sekolah Dasar.
b)
Loncat kelas (grade skipping) atau skipping class, misalnya
karenakemampuannya luar biasa pada salah satu kelas, maka langsung dinaikkanke
kelas yang lebih tinggi satu tingkat (dari kelas satu langsung ke kelastiga).
c)
Penambahan pelajaran dari tingkatan di atasnya, sehingga
dapatmenyelesaikan materi pelajaran lebih awal.
d)
Maju berkelanjutan tanpa adanya tingkatan kelas. Dalam hal ini sekolahtidak
mengenal tingkatan, tetapi menggunakan sistem kredit. Ini berarti anakberbakat
dapat maju terus sesuai dengan kemampuannya tanpa menungguteman-teman yang
lainnya.
Segregasi
Anak-anak
berbakat dikelompokkan ke dalam satu kelompok yang disebut “ability grouping”
dan diberi kesempatan untuk memperoleh pengalaman belajar yang sesuai dengan
potensinya. Mengenai sistem penyelenggaraan pendidikan, selain yang telah
dikemukakan di atas, ada beberapa sistem dalam pendidikan bagi anak berbajat,
yaitu; (1) Sekolah khusus, (2) Kelas khusus, dan (Terintegrasi dalam kelas
regular atau normal dengan perlakukan khusus.
Model
pertama dan ke dua nampaknyabanyak mengundang kritik, karena cenderung
eksklusif dan elit, sehingga bias menimbulkan kecemburuan sosial. Kedua sistem
ini hanya bisa dilakukan untuk bidang-bidang tertenu saja.
Model yang
kini populer adalah sistem dimana anak-anak berbakat diintegrasikan dalam kelas
reguler atau normal.Cara ini mempunyai banyak keuntungan bagi perkembangan
psikologis dan sosial anak. Hal yang menyulitkan adalah bagaimanakah perhatian
diberikan secara berbeda melalui apa yang disebut “pengajaran yang
diindividualisasikan”, yaitu settingnya kelas tetapi perhatian diberikan kepada
individu anak. Konsekwensinya perlu kurikulum yang fleksibel, yaitu kurikulum
yang berdiferensiasi, yang bisa mengakomodasi anak-anak biasa dan anak
berbakat.
Pada
dasarnya penyelenggaraan pendidikan anak berbakat menyangkut bagaimana
anak-anak diperlakukan di sekolah melalui sistem pengelompokkan.Sistem
pengelompokkan bermacam-macam, tetapi intinya ada dua, yaitu pengelompokkan
homogen dan heterogen.Dasar pengelompokkan bisa berupa jenis kelamin, tingkat
kemampuan belajar, atau minat-minat khusus pada mata pelajaran tertentu.
Fahrle,
Duffi dan Schulz (1985) dalam DediSupriadi (1992; 23) mengemukakan bahwa
program pendidikan untuk anak-anak berbakat harus memberikan kepada anak-anak
dua macam pengalaman yang bernilai sosial.Pertama mereka harus memiliki
kesempatan untuk bergaul secara luas dan wajar dengan teman-teman
sebayanya.Kedua program pendidikan untuk anak-anak berbakat harus menyediakan
peluang kepada peserta didik untuk secara intelektual tumbuh bersama
rekan-rekan sebayanya.
Sistem
manapun yang dipilih, penyelenggara harus tetap berpegang pada prinsip bahwa
pendidikan itu tidak boleh mengorbankan fungsi sosialisasi nilai-nilai budaya
(toleransi, solidaritas, kerja sama) kepada anak. Program pendidikan untuk
anak-anak berbakat tidak identik dengan perlakuan yang eksklusif dan elitis,
melainkan semata-mata supaya untuk memberikan peluang kepada anak didik untuk
berkembang sesuai dengan potensi yang dimilikinya.
Dalam
layanan pendidikan bagi anak berbakat, khususnya pada jenjang sekolah dasar di
Indonesia saat ini adalah sistem yang terpadu, yakni anak-anak berbakat masuk
ke sekolah yang samaadian mereka diperlakukan dengan system pengajaran yang
dindividualisasikan, yakni sistem yang memberikan perhatiansecara individual
kepada setiap siswa dalam kelas biasa. Dengan demikian yang diperlukan dalam
layan pendidikan bagi anak berbakat khususnya pada sekolah dasar, bukanlah sekolah,
kelas, ataupun kurikulum khusus, melainkan modifikasi kurikulum dan sarana
pendukungnya agar sesuai dengan kebutuhan anak-anak berbakat.
3.
Model Penilaian
Pada bagian
bagian identiffikasi telah dikemukakan tentang penilaian anak berbakat, pada bagian
ini akan dikemukakan alat dan aspek penilaian. Proses penilaian pada anak
berbakat sebetulnya tidak berbeda dari penilaian pada umumnya, namun karena
pada cakupan kurikulum berbeda, maka akan berbeda dalam penerapan penilaian.
Penerapan
penilaian mencakup ciri-ciri belajar yang berkenaan dengan tingkat berfikir
tinggi.Biasanya anak berbakat sering mampu menilai hasil kinerjanya sendiri
secara kritis. Selain itu setiap anak tersebut harus memperoleh
umpan balik
tentang hasil kinerjanya secara terbuka (Conny Semiawan; 1994; 273). Biasanya
penilaian yang menunjuk pada suatu asesmen dilakukan oleh guru yang bukan saja
mengenal muridnya, melainkan juga melatih, mendidik dan mengamatinya
sehari-hari. Asesmen ini adalah langkah dalam proses penyerahan dan penempatan
tertentu dan merupakan rangkaian upaya perolehan informasi dan bukan
semata-mata hasil proses tersebut.
Tujuan
pengukuran pada dasarnya berbeda-beda, bila hendakmembandingkan anak tertentu,
maka gunakan pengukuran acuan norma dengan :
1.
Membandingkan anak berbakat dengan seluruh populasi.
2.
Membandingkan anak berbakat dengan teman sebaya.
3.
Membandingkan anak berbakat dengan populasi anak
berbakat lagi.
4.
Membandingkan anak berbakat dengan dirinya sendiri.
Sedangkan
proses dan produk belajar yang mengacu pada ketuntasan belajar menggunakan
instrumen dan prosedur yang merupakan :
1.
Pengejawantahan dari kekhususan layanan pendidikan
anak berbakat.
2.
Hasil umpan balik untuk keperluan tertentu.
3.
Pemantulan tingkat kemantapan penguasaan suatu materi
sesuai sifat,keterampilan, kemampuan maupun kecepatan belajar seseorang.
4.
Guru Anak Berbakat
Untuk
menangani anak berbakat di Sekolah Dasar, tentunya membutuhkan guru-guru yang
memiliki kemampuan yang khusus. Dalam hal ini David G. Armstrong And Tom V. Savage
(1983; 334) mengutip pendapat James O. Schnur (1980) sebagai berikut; “most
descriptions of capable teachers of the gifted and talnted”. Deskripsi
kemampuan guru yang dimaksud adalah sebagai berikut :
1.
Memiliki kematangan dan keamanan.
2.
Memiliki kreativitas dan fleksibilitas.
3.
Memiliki kemampuan mengindividualisasikan materi
pelajaran.
4.
Memiliki kedalaman pemahaman terhadap pengajaran.
2.8
Problem
Anak Berbakat
Keberbakatan
menimbulkan permasalahan bagi penyandangnya apabila mereka tidak memperoleh dukungan
dan bantuan yang diperlukannya.Permasalahan itu terutama timbul pada masa
remaja. Buescher dan Higham (1990) mengemukakan bahwa anak anak berbakat antara
usia 11 dan 15 tahun sering menghadapi berbagai masalah sebagai akibat dari
keberbakatannya yang meliputi: perfeksionisme, competitiveness, penilaian yang
tidak realistis terhadap keberbakatannya, penolakan dari teman sebaya,
kebingungan akibat “pesan-pesan” yang beraneka ragam sehubungan dengan
bakatnya, dan tekanan dari orang tua serta masyarakat agar berprestasi, di
samping permasalahan yang ditimbulkan oleh terlalu tingginya ekspektasi
terhadap diri mereka.
Beberapa
anak berbakat mengalami kesulitan dalam mendapatkan dan memilih teman, memilih
jurusan di sekolah atau perguruan tinggi, dan akhirnya juga mengalami kesulitan
dalam memilih karir.Masalah-masalah perkembangan yang dialami oleh semua remaja
juga dialami oleh remaja berbakat tetapi masalahnya dibuat lebih kompleks oleh
kebutuhan khusus dan karakteristik anak berbakat.Kemudian kesulitan utama
remaja berbakat Salah satu nya juga disebabkan karena lingkungan belajar yang
kurang menantang kepada mereka untukmewujudkan kemampuannya secara optimal.
Permasalahan
tersebut sering di perdebatkan karena Di sisi lain memang masih adanya
suara-suara sumbang yang menyangsikan keberhasilan pendidikan khusus bagi siswa
cerdas dan berbakat. Kubu ini berpendapat bahwa penyelenggaraan pendidikan
khusus bagi siswa cerdas dan berbakat lebih banyak mudaratnya ketimbang
manfaatnya dan tidak mencerminkan alam demokratis, membentuk kelompok elit dan
merupakan pemborosan.Beberapa alasan mengapa anak berbakat perlu diberikan
pendidikan khusus (diutip dari soreson,1988).
1.
Keberbakatan muncul dari proses interaktif, dimana
tantangan dari rangsangan lingkungan membawa keluar kapasitas yang dimiliki
diri sendiri dan memprosesnya.
2.
System politik dan sosial kita bersandar pada prinif
demokratis, jika sekolah mnediakan kesempatan pendidikan yang sama untuk semua
anak, ini berarti mengingkari adanya hak perkembangan pendidikan yang cocok
bagi anak berbakat.
3.
Anak berbakat dapat segera menemukan gagasan dan minat
mereka yang berbeda dari anak sebayanya.
4.
Jika pendidik mempertimbangkan kebutuhan anak berbakat
dan mendesain program pendidikan yang memenuhi kebutuhanya,maka siswa akan
menunjukkan prestasi dan perkembangan yang luar biasa, sesuai dengan rasa
kompetisi dan kesehaan mentalnya.
5.
Kontribusi anak berbakat pada masyarakat berada pada
seluruh aspek kehidupan, dan proporsional dalam keseluruhan. Masyarakat akan
banyak membutuhkan siswa seperti ini
Masalah anak
berbakat lebih rawan dari pada anak biasa.Anak-anak dengan bakat luar biasa
ternyata besar kemungkinannya untuk gagal maupun sukses pada masa
dewasa.Kebanyakan dari mereka tidak sukses pada masa dewasa karena perlakuan yang
mereka alami dan dalam beberapa kasus direngut dari masa kanak-kanak.Dalam
beberapa kejadian, orang tua menekan anaknya begitu keras atau malah dipisahkan
dari kelompok sebayanya, sehingga akhirnya hanya mempunyai sedikit teman
.karena anak berbakat lebih rawan dari pada anak biasa, anak berbakat harus
lebihdi berikan perhatian khusus.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Seorang anak
dikatakan anak luar biasa karena ia berbeda dengan anak-anak lainnya. Perbedaan
terletak pada adanya ciri-ciri yang khas yang menunjukkan pada keunggulan
dirinya. Namun, ‘keunggulan’ tersebut selain menjadi sebuah kekuatan dalam
dirinya sekaligus menjadi ‘kelemahan’. Yang dimaksud sebagai kelemahan di sini
adalah diabaikannya ia sebagai individu yang memiliki hak sama dalam mendapatkan
pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan dirinya.
Keberbakatan
(giftedness)dan keunggulan dalam kinerja mempersyaratkan dimilikinya tiga
cluster ciri-ciri yang saling terkait, yaitu: kemampuan umum atau kecerdasan di
atas rata-rata, kreativitas, dan pengikatan diri terhadap tugas sebagai
motivasi internal cukup tinggi. Oleh karena itu, untuk menumbuhkan sumber daya
manusia yang berkualitas, ketiga karakteristik tersebut perlu
ditumbuhkembangkan dalam tiga lingkungan pendidikan, yakni keluarga, sekolah,
dan masyarakat.
3.2 Saran
Orangtua
sebaiknya merasa perlu menambah wawasan tentang tumbuh kembang anak, hal ini
mencakup tahap-tahap perkambangan anak, pola asuh dan pola didik anak.
Dengan mengetahui informasi tentang tahap perkembangan anak, maka orangtua bisa
secara dini mengenali hal-hak yang tidak biasa yang ada pada diri anak.
Kemudian, dengan memahami konsep-konsep pola asuh dan pola didik yang ilmiah, maka orangtua akan mampu menimimalisir kesalahan dalam menerapkan nilai, sikap, dan perilaku dalam menghadapi anak, terutama ketika anak-anak menunjukkan kebiasaan-kebiasaan yang berbeda dengan anak-anak seusianya.
Kemudian, dengan memahami konsep-konsep pola asuh dan pola didik yang ilmiah, maka orangtua akan mampu menimimalisir kesalahan dalam menerapkan nilai, sikap, dan perilaku dalam menghadapi anak, terutama ketika anak-anak menunjukkan kebiasaan-kebiasaan yang berbeda dengan anak-anak seusianya.
Di samping
orangtua, seorang pendidik atau guru dianjurkan juga menambah pengetahuan
tentang perkembangan anak, disamping menguasai substansi mata pelajaran yang
diajarkannya di dalam kelas, tentunya hal ini akan memudahkan bagi guru dalam
mengambil pendekatan sesuai dengan kepribadian si anak.
Pemerintah
sebagai payung utama pertumbuhan dan perkembangan warga negaranya, semestinya menaruh
perhatian besar terhadap penelitian-penelitian, pengembangan-pengembangan
terkait dengan pendidikan anak berbakat. Karena hal ini terkait dengan
kesuksesan generasi muda sebuah negara dalam menyongsong masa depannya.
DAFTAR
PUSTAKA
·
Munandar, Utami. 2009. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat.
Jakarta: Rineka Cipta
·
Mangunsong, Frieda. 1998. Psikologi dan Pendidikan
Anak Luar Biasa. Jakarta: LPSP3 UI
·
http://evitawulandari.wordpress.com/2013/02/21/about-anak-berbakat/